Jumat, 03 Juni 2011

Kematian ibu dan bayi

ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI MASIH TINGGI

Angka Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi
Jakarta, Kompas - Indonesia masih juga belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup. "Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena pelbagai penyebab," kata Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Prof dr Azrul Azwar MPH dalam diskusi panel terkait Hari Kesehatan Sedunia 2005 yang diselenggarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jakarta, Selasa (5/4). Hari Kesehatan Sedunia tahun ini bertema "Ibu Sehat, Anak Sehat Setiap Saat" sehingga angka kematian ibu dan bayi menjadi sorotan. AKI memang telah turun dibandingkan dengan 1990 yang masih 450 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, dilihat kecenderungannya, maka target millennium development goals 125 per 100.000 kelahiran hidup tidak akan tercapai tanpa upaya percepatan. Sedangkan penurunan AKB dan angka kematian balita (Akba) pada kurun waktu yang sama cukup tajam, yaitu AKB dari 51 per 1.000 menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup, dan Akba 82,6 per 1.000 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama. Angka kematian bayi baru lahir (neonatal) penurunannya lambat, yaitu 28,2 per 1.000 menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir. Pencegahan Kegiatan imunisasi pada bayi harus dipertahankan atau ditingkatkan cakupannya sehingga mencapai Universal Child Immunization (UCI) sampai di tingkat desa. Peningkatan pelaksanaan ASI eksklusif dan peningkatan status gizi serta peningkatan deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang jadi modal awal untuk sehat. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, dan malaria terutama di daerah endemik perlu ditingkatkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Kejadian komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan sehingga pemeriksaan kesehatan pada saat hamil dan kehadiran serta pertolongan tenaga kesehatan yang terampil pada masa persalinan menjadi sangat penting. (LOK)

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799371-angka-kematian-ibu-dan-bayi/#ixzz1Nq27RzdX

Kamis, 02 Juni 2011

kehamilan remaja..

Kontrasepsi dan Kehamilan Remaja

DEFINISI

Meskipun remaja bisa terlibat di dalam hubungan seksual, banyak remaja yang aktif secara seksual tidak mendapatkan informasi yang penuh mengenai kontrasepsi, kehamilan, dan penyakit kelamin menular, termasuk infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Menuruti kata hati, kurang perencanaan, dan penggunaan obat dan alkohol secara bersamaan mengurangi kemungkinan para remaja akan menggunakan pengendali dan alat proteksi kehamilan.

Metode kontrasepsi untuk orang dewasa apapun dapat digunakan oleh remaja. Masalah antara remaja dan kontrasepsi berkisar pada kepatuhan. Misalnya, banyak remaja perempuan menggunakan kontrasepsi oral lupa untuk meminumnya secara teratur atau berhenti menggunakannya untuk berbagai macam alasan-seringkali tidak menggantikannya dengan bentuk lain pengendali kehamilan. Beberapa anak perempuan merasa tidak kuasa untuk meminta pasangan laki-laki mereka untuk menggunakan kondom selama berhubungan seksual. Anak laki-laki biasanya tidak suka menggunakan kondom.

Karena remaja adalah tahap transisi dalam kehidupan, kehamilan bisa menambah stress emosional yang berarti. Remaja yang hamil dan pasangannya cenderung putus sekolah atau berhenti bekerja, oleh sebab itu memperburuk status ekonomi mereka, merendahkan harga diri mereka, dan hubungan pribadi yang menegang.

Remaja yang hamil, terutama sekali yang sangat muda dan mereka yang tidak mendapatkan perawatan sebelum melahirkan, dibandingkan wanita di usia 20 tahunan lebih sering mengalami masalah kesehatan seperti anemia dan toksemia. Bayi dari ibu muda (khususnya ibu berusia di bawah 15 tahun) lebih sering dilahirkan secara prematur dan memiliki berat lahir rendah. Meskipun begitu, dengan perawatan sebelum melahirkan yang baik, remaja yang lebih tua tidak memiliki resiko tinggi masalah kehamilan dibandingkan orang dewasa dengan latar belakang yang serupa.

Melakukan aborsi tidak menghilangkan masalah psikis pada kehamilan yang tidak diharapkan-baik remaja perempuan dan pasangannya. Krisis emosi bisa terjadi ketika kehamilan didiagnosa, ketika keputusan untuk melakukan aborsi dibuat, segera setelah aborsi dilakukan, ketika bayi dilahirkan, dan pada tanggal perayaannya. Konseling keluarga dan pendidikan mengenai cara kontrasepsi, untuk keduanya baik anak laki-laki maupun perempuan, bisa sangat membantu.

Orangtua bisa melakukan reaksi yang berbeda ketika anak perempuan mereka mengatakan bahwa dia hamil atau anak laki-laki mereka mengatakan pacarnya hamil. Emosi bisa berkisar dari apatis sampai kekecewaan dan kemarahan. Hal ini penting untuk orangtua untuk mengekspresikan dukungan mereka dan kerelaan mereka untuk membantu remaja memilah-milah pilihan mereka. Orangtua dan remaja perlu berkomunikasi secara terbuka mengenai aborsi, adopsi, dan tugas orangtua-semua pilihan yang sulit bagi remaja untuk berjuang sendirian.